web counter

clock link

20 Mei 2011

remembering : Trip to Kalimantan (kampung Nehas, Wehea)

mboq knyok
Kembali, saya teringat pada wanita paruh baya yang saya temui pada tanggal 16 Oktober 2010 lalu. Setelah menghabiskan waktu lebih dari 8 hingga 15 jam dalam perjalanan dari Samarinda menuju Wahau, kami sampai di desa Nehas Ling Bih sesuai dengan jadwal intinery yang telah diberikan untuk tim kami. Sebenarnya tujuan kami ke Nehas adalah untuk mengunjungi Hutan Lindung Sungai Wehea, tapi untuk kesana, kami harus meminta izin dari kepala adat setempat yang tinggal di kampung Nehas ini. Cukup sulit ternyata untuk menemukan desa ini. Tapi beruntung kami bisa sampai dengan selamat sentausa.

Kebetulan kami sampai di desa ini pada hari Minggu, tengah hari bolong. Terlihat tidak ada orang yang berkeliaran di jalan. Seperti tidak berpenghuni. Namun setelah kami telusuri hingga tibalah kami di depan sebuah bangunan yang didalamnya terdapat banyak sekali orang yang sebaian tumpah ruah ke tepian jalan. Sebuah gereja sederhana inilah yang menjadi alasan utama warga di desa ini tidak kelihatan batang hidungnya oleh kami sepanjang perjalanan. Baru pertama kalinya saya melihat satu desa kompak dan begitu patuh untuk beribadah ketika waktunya beribadah tiba. Mulai dari anak kecil, para remaja hingga mereka yang sudah tidak muda lagi berkumpul jadi satu untuk menyembah tuhan yang mereka yakini. Berpakaian rapih dan begitu bangga mendekap erat kitab di dada mereka. Saya sampai kagum melihat keharmonisan dan keserasian desa ini.

Kami menunggu cukup lama hingga mereka selesai beribadah. Lalu kami dibawa ke sebuah rumah warga yang kiranya bisa dimintai izin untuk berkunjung ke dalam hutan lindung. Chris Djoka atau Eja Floresta Ata Lio atau biasa dipanggil bang Chris adalah salah satu aktivis lingkungan yang telah lama tinggal di Nehas. Ia adalah mahasiswa lulusan Mipa di Universitas Mulawarman yang ternyata adalah senior dari pendamping kami, bang Keripik. Kami tenggelam dalam pembicaraan seru ditambah dengan hadirnya para peneliti tanaman obat dari Lokalitbang Sambodja. Bang Chris bilang bahwa kami terlambat beberapa menit untuk dapat menginap di homestay yang berada di dalam hutan lindung sungai Wehea tersebut karena baru saja beberapa peneliti lain menyewa double garda untuk pergi kesana dan akan menginap disana juga. Double garda adalah satu-satunya alat transportasi bermuatan banyak yang bisa menembus medan hutan lindung ini selain motor trail. Karena jumlah Double Garda yang ada terbatas disini, jadi mau tidak mau kami harus menunda perjalanan kami hingga esok hari. 

Perjalanan kami kali ini bisa dibilang perjalanan paling istimewa, karena selain adanya pertemuan dari senior dan junior kampus yang telah lama terpisah dan juga karena kami bilang misi kami kesini adalah untuk meliput dan mempromosikan Nehas secara online, kami sampai ditunjukkan beberapa tempat yang menakjubkan yang berada disekitaran desa. 

Untuk mendapatkan tumpangan kesana, kami diperbolehkan menginap di rumah salah satu penduduk yang sudah dianggap saudara oleh bang Chris ini. Kami dibawa kesekeliling kampung Nehas ini. Kebetulan saya begitu penasaran ingin melihat perempuan bertelinga panjang yang terkenal di Kalimantan, maklum kami belum sempat bertemu sewaktu di pampang karena untuk berfoto saja dikenakan biaya RP 25.000 per satu kali jepret. T.T

Namanya, Mboq knyok, salah satu sesepuh di Nehas dan merupakan yang paling dianggap sakti oleh penduduk disini. Beliau sering dipanggil untuk mengobati orang sakit, dukun beranak dan acara adat lainnya. Dikampung ini sebenarnya masih ada 3 perempuan bertelinga panjang seperti Mboq Knyok ini, namun salah satu dari mereka sedang sakit, sementara perempuan suku sudah tidak ingin lagi melakukan pemanjangan telinga seperti mereka. Entah bagaimana jika seandainya tradisi ini punah ..

Neks, disini juga terdapat bangunan sederhana yang biasa digunakan untuk belajar para penduduk yang masih menginjak usia sekolah. Terdapat banyak buku-buku bacaan hasil sumbangan para dermawan, beberapa komputer dan mainan pun disediakan disana. Para pendidiknya adalah para aktivis lingkungan atau juga para mahasiswa yang sedang mengikuti kuliah kerja nyata di kampung Nehas. 
Well, selama disini kami sangat dimanjakan dengan berita berita edukasi Termasuk diperlihatkannya tengkorak orang utan hasil perburuan suku dayak Nehas beberapa puluh silam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar